OlehKustri Sumiyardana Di Indonesia dikenal ada cerita yang memuat cerita silat. Cerita itu mengisahkan perjalanan tokoh utama yang mahir dalam bela diri atau silat. Biasanya, tokoh utama menggunakan kemahirannya untuk menumpas kejahatan. Bibit-bibit cerita silat sudah lama berada di Indonesia. Cerita silat identik dengan laga, peperangan, atau perkelahian. Sejak Jawa Kuno sudah muncul []
Search Cerita Silat Penginapan Pintu Naga. Begitu juga jika orang itu pendek, atau kekar, dan lain-lain Kisah Para Naga - 01 Mulut ukiran naga dapat menembakkan jarum-jarum beracun, dengan jalan menekan tombol rahasia pada kapak Kelelawar Hijau 192 Other books in the series Other books in the series.
AsalUsul Bende Mataram - Patih Lowo IjoKarya : Herman PratiktoCerita Tentang Patih Lowo Ijo karya Herman Pratikto ini merupakan salah satu seri dari cerita silat Bende Mataram. Untuk Bende Mataram, Insya Allah secepatnya aku upload. Moga2 teman2 berkenan.
Selainkarya-karya yang termuat di artikel ini, masih terdapat karya-karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo lain yang merupakan karangan-karangan lepas (satu judul/kisah tamat) baik berlatar belakang Tionghoa maupun Jawa seperti serial Pecut Sakti Bajrakirana dan serial Badai Laut Selatan yang berlatarbelakang masa Kesultanan Mataram Islam dan zaman Airlangga.
. - Cerita silat sempat digandrungi pembaca buku di Indonesia. Kisah disajikan berjilid-jilid, membuat pembacanya tak sabar menunggu episode berikutnya. Beberapa penulis merajai pasar ini, salah satunya Singgih Hadi ratusan judul cerita silat ini dilahirkan di Yogyakarta pada 26 Januari 1933. Selain menjadi penulis cerita silat, Mintardja bekerja di Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan, dan terakhir bekerja di Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Daerah Istimewa Yogyakarta. Kisah-kisahnya digali dari pelbagai sejarah kerajaan di Jawa. Menurut Teguh Setiawan dalam artikel bertajuk “Dari Hui Rui sampai KPH” yang dimuat Republika edisi 14 November 2011, Mintardja menguasai Babad Tanah Jawi sehingga relatif tak menemui kesulitan saat menulis karya-karyanya. Sebelum Mintradja, penulis lain yakni Kho Ping Hoo telah lebih dulu melahirkan cerita silat yang berlatar cerita-cerita dari Cina. Inilah yang memotivasi Mintradja untuk menulis cerita silat dengan latar sejarah Jawa. “Booming cerita silat Tionghoa memprovokasi penulis lokal untuk menulis genre yang sama tapi dengan latar belakang Jawa. Singgih Hadi Mintardja muncul sebagai penulis cerita silat lokal yang paling fenomenal,” imbuh Teguh Setiawan. Salah satu karya Mintardja yang digandrungi, Api di Bukit Menoreh 1967, terdiri dari 400 lebih seri. Saking populernya, cerita ini sempat diangkat ke layar lebar pada 1971. “Lewat buku ini, saya ingin menegaskan bahwa tanah tumpah darah kami juga memiliki material yang bisa dijadikan bahan cerita silat […] Saya ingin menciptakan cerita saya dengan ruang imajinasi lokal,” kata Mintardja seperti dikutip Teguh Setiawan dalam artikelnya yang lain. Selain Api di Bukit Menoreh, karya lainnya yang laris di pasar adalah Nagasasra dan Sabuk Inten. Cerita ini mula-mula dimuat bersambung di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Kisah ini melahirkan tokoh legendaris bernama Mahesa Jenar yang amat melekat di ingatan para pembaca. Ia dikisahkan sebagai mantan prajurit Kesultanan Demak yang mencari pusaka kerajaan, yakni keris Nagasasra dan Sabukinten. Berkat keteguhannya, ia berhasil mendapatkan kembali kedua keris itu sebagai simbol kejayaan negara. Sepi Ing Pamrih dan Menang Ora Ngasorake Sekali waktu, seperti dilaporkan Tempo edisi 18 Januari 1992, Mahesa Jenar sempat dipentaskan dalam bentuk ludruk di hadapan para tentara. Judul pentasnya “Sapta Mandala Kodam VII Diponegoro”—sekarang menjadi Kodam IV Diponegoro. Seperti perjuangan Mahesa Jenar setelah tak lagi menjadi prajurit Demak, pementasan ini menekankan pentingnya bakti kepada negara meski sudah tidak lagi menjabat. Di sisi lain, sosok Mahesa Jenar yang tanpa pamrih menyentil laku para mantan pejabat yang kerap ingin menjadi “pengusaha profesional atau politikus oplosan.” “Darma kita kepada negara tak harus dilakukan dalam status pejabat resmi. Sambil jadi orang biasa pun jalan darma tetap terbuka,” kata Widayat yang memerankan Mahesa Jenar, seperti dikutip Tempo. Namun, imbuh Tempo, kala itu dekade 1990-an, dan barangkali hingga saat ini, mengikuti laku Mahesa Jenar tidak mudah. Para mantan pejabat tak suka memilih jalan sepi ing pamrih, sebab ia akan ora keduman atau tak kebagian di tengah persaingan mengejar materi dan jabatan baru. Sikap ini dilatari ketakutan para pejabat ketika mereka menjadi mantan pejabat. Segala kekuasaan luruh, hilang dari keseharian yang telah begitu lama dinikmati. Ketakutan berdegap kala masa pensiun telah menunggu di hadapan. “[Menjadi] mantan, pendeknya, gejala menakutkan. Mungkin malah wujud ketakutan itu sendiri. Maka, kalau menjadi mantan tak lagi terhindarkan, maunya mereka mau menjadi mantan yang makmur […] Pendeknya, jangan seperti Mahesa Jenar sepi, dingin, di hutan-hutan, jauh dari bar dan credit card,” pungkas Tempo. Selain bersahaja, sikap Mahesa Jenar yang lain adalah menghindari kekerasan dalam menaklukkan lawannya, setidaknya dalam adegan saat dia mengalahkan Ki Wirasaba. “Menang ora ngasorake” kata pitutur Jawa. Seno Gumira Ajidarma dalam Kompas edisi 24 Januari 1999 mengisahkan adegan ini. Sekali waktu, saat ia berkonflik dengan Ki Wirasaba—orang yang kakinya ia obati sehingga sembuh dari kelumpuhan—Mahesa Jenar tak membunuh atau melukai lawannya. Saat kapak Ki Wirasaba mencuil batu untuk memperlihatkan kesaktiannya, Mahesa Jenar justru menghancurkan batu itu dengan ajian Sasra Birawa. Ki Wirasaba terkejut dan akhirnya menyadari kesalahan dan kelemahannya. Belum Tamat hingga Pungkas Hayat Mintardja wafat pada 18 Januari 1999, tepat hari ini 20 tahun lalu. Ia meninggal di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta, setelah sebulan dirawat karena menderita penyakit ginjal dan jantung. Jenazahnya dikebumikan di permakaman Arimatea Jalan Tamansiswa, Yogyakarta. Pemakamannya, seperti dilaporkan Kompas edisi 21 Januari 1999, dihadiri mantan Dirjen Kebudayaan, Kapolda DI Yogyakarta, dan kalangan pejabat pemerintah Provinsi dan Kota Yogyakarta. Selain itu, hadir pula kalangan seniman dan sastrawan seperti Bakdi Sumanto, Sudarso Sp, Butet Kertarejasa, Bondan Nusantara, Yati Pesek, Jadug Ferianto, dan ilustrator sejumlah ceritanya yakni Herry Wibowo. Menurut putra tertuanya, Andang Suprihadi, seperti dilansir Kompas, Mintardja menderita sakit jantung koroner sejak 1989. Meski demikian ia tetap berkarya. “Bapak memang penuh semangat kalau sudah menulis. Kalau sudah khusyuk menulis tidak ada yang berani mengganggunya,” ujar Andang. Infografik Mozaik Singgih Hadi Mintardja Sepanjang hidupnya, selain menulis cerita silat, ia juga menulis cerita ketoprak, di antaranya Ampak-ampak Kaligawe, Kembang Kecubung, Kembang Tumelung, dan Prahara. Sementara cerita silat lainnya yang diangkat ke layar lebar selain Api di Bukit Menoreh adalah Tanah Warisan, yang dalam film judulnya menjadi Sisa-sisa Laskar Pajang 1972. Andang Suprihadi menambahkan, sejak pertama kali dimuat di sebuah surat kabar pada 1968, kisah Api di Bukit Menoreh belum juga selesai sampai hidup Mintardja usai. “Sudah sampai Api di Bukit Menoreh IV/59. Jadi artinya sudah 459 jilid buku. Ceritanya masih terus jalan,” katanya. Kiprah Mintardja dalam dunia menulis dianugerahi sejumlah penghargaan. Salah satunya Sang Hyang Kamahayanikan Award dari panitia Borobudur Writers and Cultural Festival tahun 2012 yang saat itu mengusung tema “Memori dan Imajinasi Nusantara Musyawarah Agung Penulis Cerita Silat dan Sejarah Nusantara”. Mintardja, yang kata Seno Gumira Ajidarma adalah seorang yang sangat sederhana dan rendah hati serta tidak pernah terlibat polemik sastra yang cerewet, dinilai layak mendapat penghargaan itu. Ia merupakan generasi pertama penulis cerita silat yang mengangkat latar sejarah Nusantara. - Humaniora Penulis Irfan TeguhEditor Ivan Aulia Ahsan
PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA Bermula pada suatu hari di tahun 1628, Bupati Tegal saat itu, Kyai Rangga mendapat tugas dari Sultan Agung untuk menyampaikan surat kepada Penguasa Batavia Perjalanan ke Batavia menjadi awal pertemuan Kyai Rangga dengan Jampang, Untung Suropati, Sakerah, Sarip Tambakoso, bahkan dengan Badra Mandrawata atau si buta dari gua hantu. Di tengah jalan, di tempat yang jauh dari keramaian, rombongan Kyai Rangga bertemu dengan pasukan VOC dan pasukan mayat hidup, sehingga terjadi pertempuran yang hebat, tanpa pemenang. Ternyata rombongan pasukan VOC itu menyimpan harta karun di sebuah gua. Kyai Rangga yang mengetahu hal itu memutuskan untuk meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan tugasnya mengirim surat ke Batavia, dengan pikiran akan kembali setelah tugasnya selesai. viewsCompleted Bukan Cerita Dongeng Dijodohkan dengan CEO muda, tampan, dan mapan bak cerita dongeng. Tapi jika ikut mendapatkan masalah dan berhadapan dengan masa lalunya, masih mau? viewsOngoing Cerita Cinta Ayu Putri Cerita Cinta Ayu adalah serangkain cerita dari buku diari milik Ayu tentang cinta pertamanya yang tidak diharapkan, bagaimana dia kehilangan orang yang sangat peduli dengannya, dan bertemu dengan laki - laki angkuh yang menyadarkannya tentang cinta yang selama ini telah dia lewatkan. viewsOngoing Kita dan Cerita Pertemuan seorang gadis bernama Rayna dengan teman teman di sekolah barunya menjadikan kisah yang berharga bagi dirinya. Bersekolah bersama sahabatnya serta menemukan teman baru membuatnya semakin menyukai dunia sekolahnya. Ia tidak pernah berpikir akan bertemu dengan seseorang yang kelak akan berpengaruh pada kehidupannya. Bermula saat ia pertama kali bertemu dengan seorang kakak kelas baik hati yang tidak sengaja ia temui diawal awal masuk sekolah. Dan bertemu dengan seorang teman laki laki sekelasnya yang menurutnya sangat menyebalkan. Hingga suatu saat ia tidak tahu lagi harus berbuat apa pada perasaannya yang tiba tiba saja muncul tanpa ia sadari. Ia harus menerima bahwa tidak selamanya 2 orang yang saling menyukai harus terus bersama jika takdir tidak mengizinkan. Hingga ia melupakan satu hal, yaitu ada orang lain yang memperhatikannya namun terabaikan. viewsOngoing Cerita Cinta Kelas Pekerja Cerita ini berkisah tentang seorang perantau asal Sumatera yang terdampar di kota Bogor. Si pemuda yang bernama Heri tinggal di sebuah kost nah,di depan kamarnya si Heri adalah kamar pemilik seorang misterus. Heri tidak sengaja melihat si cewek dikamarnya duduk menunduk sambil memeluk lulut dan memakai stoking hitam, ketika disapa si cewek ini tetap diam dan tidak menjawab. Heri pun menanyakan hal ini kepada penghuni kamar sebelahnya namanya Indra,cowok berambut cepak, Candra mengaku belum pernah melihat ada penghuni di kamar gadis itu. Padahal sebelumnya dia mendengar suara tangisan wanita saat tengah malam. Heri pun mulai menduga yang tidak-tidak. Tapi dugaan Heri tidak salah karena memang benar kamar sebelah dihuni oleh seorang gadis berstoking hitam. Dan tentu dia adalah manusia. Suatu hari Heri dan Candra melihat darah mengalir keluar dari kamar tersebut,sontak keduanya langsung membuka paksa kamar dan melihat si gadis menyayat-nyayat kakinya sendiri. Heri dan Candra pun menyelamatkan si gadis, setelah banyak perlawanan akhirnya si gadis bisa ditenangkan dan di obati. Heri dan Candra orangnya easy going saja tidak menutut dia untuk menceritakan apa yang telah membuatnya depresi, dari sini si gadis itu memulai persahabatnya dengan mereka berdua terlebih kepada Heri yang kamarnya persis berada di depan kamarnya. viewsOngoing MEMBALAS HINAAN BAPAK Cerita Cinta Sang Caddy “Percuma kamu Bapak sekolahkan tinggi-tinggi! Susah-susah pun maksain kamu biar masuk SMA, tapi mana nyatanya sekarang! Sudah mau satu tahun lulus sekolah tapi belum kerja juga! Belum ngasilin duit! Mending adik kamu yang sekolahnya SMP doang, sudah punya pacar anak tukang daging sapi, hidupnya terjamin!” celoteh Bapak. Orang yang Sumi paling takutkan ketika sudah bicara. Sumi menghela napas. Dia masih membelekangi Bapak dan mengiris bawang merah untuk masak. Untuk ke sekian kalinya omelan itu terasa menusuk hati Sumi. Bapak selalu mengungkit keinginannya untuk bersekolah lagi dan menyalahkan karena sampai saat ini belum menghasilkan rupiah. Hinaan, cibiran dan perlakuan Bapak membuat Sumi benar-benar terluka. Namun rupanya Tuhan mendengar setiap alunan doa yang dipanjatkan olehnya. Pertemuannya dengan Hiraka Yamada-seorang pegolf yang merupakan bos dari salah satu perusahaan automotive ternama di tanah air membuka jalannya untuk meraih kejayaan. Namun ada satu hal yang tiba-tiba terasa kosong, Zaki-sahabat dekat Sumi yang dulu selalu ada ketika dia butuhkan tiba-tiba menghilang. Sumi tak tahu jika Zaki menaruh rasa padanya. Zaki pergi dengan masih memendam segenggam cinta di hatinya. Akankah kehidupan mereka berakhir bahagia? viewsCompleted Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini Aku tidak mengerti dengan kisah cinta ku yang begitu rumit. Rara adalah seorang wanita yang tangguh, dia sedang mengalami kesulitan dalam hidupnya. David cowo setia yang selalu siap menemani Rara dalam keadaan seperti apapun. Mereka awalnya bersahabat dan diantara mereka ada yang menumbuhkan perasaan. Dan akhirnya setelah beberapa tahun mereka bersahabat, akhirnya mereka berpacaran. Ada mantan David yang bernama Alice, dia tidak suka dengan hubungan Rara dan David. Dengan berusaha sebisa mungkin dia melakukan beberapa cara untuk memisahkan mereka dengan mencari-cari kesalahan. Dan setelah masalah nya selesai akhirnya David dan Rara berbahagia. viewsOngoing Mimpi Buruk Dunia Persilatan Seorang anak berusia enam tahun, hidup sebatang kara tanpa memiliki kedua orang tua atau keluarga, pertempuran besar membuatnya harus terpisah dengan kedua orang tua, ia juga harus menjalani hidup penuh rintangan di dunia Nirvana, anak tersebut bernama Lan Shi atau Putra pertama Sang pembalik Langit Dunia Persilatan, ayahnya adalah Raja Para dewa, sedangkan ibunya Seorang Dewi keadilan. Identitas Lan Shi tidak diketahui siapapun, di usia enam tahun Lan Shi tinggal bersama kakek An Hui, perjalanannya dimulai sambil mencari keberadaan ayah dan ibunya. Lan Shi memiliki seorang teman ajaib yaitu Peri kecil atau pasir waktu, peri kecil memberitahu kalau banyak orang sedang memburunya, ia memutuskan untuk bersembunyi di dalam kantong kecil milik Lan Shi. Tiga tahun tinggal di hutan, Pria tua menemukan keberadaan Lan Shi, ia mengangkat sebagai cucu asuh dan membawanya pulang kediaman keluarga, keluarga tersebut diberi nama keluarga An, sekarang Lan Shi dipanggil dengan sebutan An Lan yang artinya subur tak pernah layu dalam bahasa dunia persilatan. viewsCompleted Pembalik Langit Dunia Persilatan Immortal Lou, pendekar terkuat di dunia persilatan. Namanya, tidak berani disebut. Tidak ada yang dapat mengalahkan kekuatannya. Kekuatannya itu, membuat empat Kekaisaran mengerahkan pendekar terkuat untuk memusnahkan immortal Lou. Satu orang, mengalahkan ribuan pendekar terkuat tanpa gentar, membuat namanya semakin ditakuti. Namun, immortal Lou memiliki satu kelemahan. Kelemahannya itu adalah orang tuanya, yang mana mereka tidak mungkin dilawan olehnya. Immortal Lou, tertangkap dan hukuman akan dijatuhkan di gerbang dosa. Di saat ia mengira keabadiannya akan musnah, di saat itulah muncul seseorang yang menyelamatkan dirinya. Putri Lien, itulah sosok yang muncul untuk menyelamatkan pendekar terkuat itu. viewsCompleted Bed Friend Seperti linglung seolah berjalan tanpa arah. Orang-orang datang lalu pergi dengan mudahnya seperti permisi ke jamban saja. Menciptakan rasa cemas sekaligus takjub. Hidup dalam segala pengharapan benar-benar bagaikan menggali lubang kubur sendiri. Tak ada yang sungguh setia selain kesedihan. Meski dia menyakitkan namun tidak seperti kesenangan yang kerap kali datang lalu tiba-tiba hilang tanpa pamit. Begitulah Lisa, hadir dengan segala kelinglungannya mencari jati diri, mengejar impian, persahabatan hingga berakhir dalam kisah cinta yang tidak pernah terencana sebelumnya. Bagaimanakah hidup akan membawa Lisa mengejar impiannya, dan bagaimanakah kelanjutan hubungannya dengan kekasih sekaligus sahabatnya ? Selamat datang di Lalisa... viewsOngoing
Agung Sedayu Terpedaya Terdengar kicauan burung-burung liar di pepohonan yang tumbuh di belakang pekarangan sebuah rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga kecil. Langit yang cerah menjadikan hamparan pemandangan yang berada lereng Merapi begitu indah. Sesekali pedati melintasi jalan yang terjulur di bagian depan rumah keluarga Ki Rangga Agung Sedayu. Tetapi pagi itu, keadaan sekitar rumah dan lingkungan tetangga nampak sepi.“Apakah kau tidak melihat keadaan barak, Kakang?” tanya Sekar Sedayu menggelengkan kepala dan katanya, ”Aku telah meminta Sukra untuk pergi ke sana dan menemui Ki Lurah Sanggabaya. Aku katakan jika aku akan menyusulnya setelah matahari sedikit lingsir ke barat.”Sekar Mirah mengangguk menuangkan wedang sere ke dalam mangkok suaminya. Ki Rangga Agung Sedayu menggeser tempat duduknya dan diraihnya kedua tangan Sekar Mirah. Ia mendesis pelan, ”Bagaimana menurutmu jika kita pergi ke Jati Anom?” “Menurutku itu gagasan yang baik setelah peristiwa yang melibatkan Perguruan Kedung Jati. Lagipula kita lama tidak melihat keadaan Paman Widura dan mungkin kita dapat singgah sejenak di Sangkal Putung,” kata Sekar Mirah lalu, ”saya ingin melihat anak Kakang Swandaru.” Sejenak ia memandangi suaminya yang belum nampak keriput di wajahnya meskipun satu dua helai rambut berwarna putih mulai menghiasi kepala Agung Sedayu. “Baiklah,” Agung Sedayu berkata. Kemudian, ”Aku akan memberi tahu Ki Gede tentang rencana kepergian kita lalu beberapa pesan akan aku berikan pada Ki Lurah Sanggabaya.” Ia bangkit lalu melangkah masuk untuk berbenah diri. Tak lama kemudian Sekar Mirah mengikutinya dari belakang. Namun Sekar Mirah adalah wanita yang telah menerima gemblengan dari Ki Sumangkar sehingga pendengarannya dapat menangkap desir halus yang mendekatinya. Ia berhenti lalu memutar pandangannya. Tiba-tiba seorang melayang tinggi melewati regol halaman rumah Agung Sedayu dan berdiri sambil bertolak pinggang di tengah-tengah halaman.“Apakah ini rumah Agung Sedayu?” lelaki itu bertanya dengan ketus. Sementara itu Agung Sedayu yang baru saja melintasi pringgitan segera melesat keluar. “Ki Sanak mengejutkan kami,” kata Agung Sedayu sebelum Sekar Mirah sempat berkata-kata. Orang itu tertawa. Katanya,”Aku perlu berbicara denganmu.” Ia melirik Sekar Mirah dan sambil menudingkan jari telunjuk,”Hei, kau dapat meninggalkan kami berdua.” Meskipun Sekar Mirah adalah perempuan yang berusia masak dan mempunyai pengalaman yang luas, namun ia tersinggung karena sikap kasar lelaki yang berdiri di tengah halaman rumahnya.“Jaga bicaramu, Ki Sanak! Kau tidak akan dapat berjalan seperti biasanya apabila kau masih bersikap tanpa santun di depan kami!” tukas Sekar Mirah. “Tentang apa Ki Sanak?” tanya Agung Sedayu sambil meraih lengan istrinya agar dapat menahan diri lebih jauh. “Apakah kau ingat tentang Ki Tumenggung Prabandaru, Agung Sedayu?” bertanya lelaki itu. Agung Sedayu menganggukkan kepala. Katanya, ”Aku mengingatnya sebagai seseorang yang tangguh dan sangat kuat.” “Apakah kau ingat pula tiga orang bajak laut yang terbunuh mengenaskan karena pengeroyokan di tanah ini?” lelaki itu bertanya lagi. “Sembarangan kau bicara, Ki Sanak!” sahut Sekar Mirah dengan wajah memerah, ”kau pasti mendengar kabar yang salah tentang kematian bajak laut itu. Mereka mati dalam perang tanding yang adil, bahkan mereka yang memulai kecurangan itu.” “Mereka berbuat curang? Bukankah itu karena lelaki disampingmu yang mengubah wujudnya menjadi tiga? Lelaki itulah yang berbuat curang dalam perang tanding, Nyi Sanak!” bentak lelaki itu sambil menuding ke arah Agung Sedayu. Wajah Agung Sedayu berkerut. Ia berkata, ”Mengubah diri adalah kewajaran dalam satu perang tanding, Ki Sanak. Karena wujud itu pun dapat menghilang.” “Kecurangan selalu diikuti oleh kebohongan, Agung Sedayu. Selamanya akan begitu. Kebohongan yang kau katakan di hadapanku akan membuahkan kebohongan baru di masa mendatang. Dengan begitu, anak cucumu hanya mendapat berita bohong yang disampaikan turun temurun,” kata lelaki itu. Agung Sedayu termenung sejenak. Kemudian ia bertanya, ”Apakah kau mempunyai hubungan dengan Ki Tumenggung Prabandaru?” “Tidak.” Agung Sedayu melangkah turun dari pendapa kemudian bertanya lagi,” Lalu apa hubunganmu dengan bajak laut yang mungkin ingin kau bangkitkan dari kematian?” “Aku adalah sahabat mereka.”
- Asmaraman Kho Ping Hoo dan SH Mintardja adalah dua sosok penulis cerita silat legendaris di eranya. Di mana masyarakat begitu menggemari cerita-cerita yang disuguhkan. Jika Kho ping Hoo mengambil setting cerita di negeri Cina, lain lagi dengan SH Mintardja, ia mengambil latar belakang Jawa. Di dalam karir kepenulisannya, SH Mintardja lebih banyak dikenal sebagai penulis kisah bersambung cerita silat dengan setting kerajaan Mataram hingga era Sultan Agung. Karya-karyanya bertebaran di beberapa surat kabar, seperti Harian Bernas berjudul Mendung di Atas Cakrawala dan Api Di Bukit Menoreh di Kedaulatan Rakyat. Api Di Bukit Menoreh adalah karya terpanjang Sh Mintardja, di mana beliau menuliskannya hingga 396 episode. Api Di Bukit Menoreh juga salah satu karya SH Mintardja yang kemudian dijadikan sebagai cerita film layar lebar. SH Mintardja pria kelahiran Yogyakarya, 26 Januari 1933. Nama SH di depan Mintardja sendiri adalah kepanjangan dari Singgih Hadi. Maka beberapa kerabatnya akrab memanggilnya dengan P Singgih. Baca Juga Candi Panataran, Candi Pemujaan Termegah dan Terluas di Jawa Timur Ia pernah bekerja di Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan pada 1958. Lalu, di Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud DIY pada tahun 1989. Sejak muda, SH Mintardja memang sangat menyukai dunia seni. Setelah menyelesaikan pendidikannya di bangku menengah atas, ia dan tiga orang temannya, Kirdjomuljo, Nasjah Jamin Widjaja, dan Sumitro mendirikan majalah Fantasia dan Intermezzo. Berbekal pengetahuan sejarah, ditambah mendalami kitab Babat Tanah Jawi yang beraksara Jawa, lahirlah cerita Nagasasra Sabuk Inten. Kisah berlatar belakang kerajaan Demak itu melahirkan tokoh Mahesa Jenar. Karena cerita Nagasasra sebanyak 28 jilid begitu meledak di pasaran dan amat digandrungi pembaca, banyak orang yang terkecoh dengan cerita roman sejarah itu. Banyak yang mengira Mahesa Jenar benar-benar ada dalam sejarah Demak. Akibatnya, tim sepakbola asal Semarang pun dinamakan Tim Mahesa Jenar. Mungkin dengan nama itu Wong Semarang berkeinginan kiprah tim sepakbola sehebat Mahesa Jenar dengan pukulan “Sasra Birawa”-nya yang menggeledek. Baca Juga The Broken Circle Breakdown Menguji Sebentuk Kesetiaan “Padahal saya memperoleh nama itu begitu saja. Rasanya kalau diucapkan sangat indah dan kalau didengar kok enak,” ujar Mintardja dalam pengakuannya di buku Apa dan Siapa Orang Yogyakarta, edisi 1995. Buku Nagasasra belum surut dari pasaran, SH Mintardja membuat kisah Pelangi di Langit Singasari dimuat di Harian Berita Nasional tahun 1970-an kemudian dilanjutkan dengan serial Hijaunya Lembah dan Hijaunya Lereng Pegunungan. Agaknya suami Suhartini yang tinggal di Kampung Daengan, Gedongkiwo, Yogya ini tidak pernah mengenal lelah. Pada tahun 1967 menggelindingkan Api di Bukit Menoreh mengambil kisah berdirinya kerajaan Mataram Islam. Di sana ada tokoh Agung Sedayu, Swandaru, Kyai Gringsing, Sutawijaya, dan paling terakhir adalah Glagah Putih dan Rara Wulan — saudara sepupu sekaligus murid Agung Sedayu. Ada sementara penggemar cerita SH Mintardja yang bilang, bila dijajarkan, maka cerita Api di Bukit Menoreh panjangnya melebihi jarak Anyer – Panarukan. Baca Juga Inilah Juara Musabaqah Hafalan Al-Qur'an dan Al-Hadits 2022 Di sisi lain, Mintardja pun berusaha menulis kisah petualangan pendekar pembela kebenaran yang lebih pop. Kisah itu tidak terlalu keraton sentris, namun berusaha digali dari kisah kehidupan sehari-hari dengan setting masa lalu, ya apalagi kalau tidak jauh dari kerajaan-kerajaan di Tanah Jawa. Kisah seperti Bunga di Atas Batu Karang yang mengisahkan masuknya pengaruh Kumpeni Belanda ke Bumi Mataram; kemudian serial Mas Demang yang “hanya” mengisahkan anak seorang demang. Dan terakhir adalah tokoh Witaraga dalam kisah Mendung di Atas Cakrawala, mantan prajurit Jipang yang kalah perang yang berusaha menemukan jatidirinya kembali dengan mengabdi pada kebenaran dan welas asih. Ada yang khas dari seluruh kisah yang ditampilkan SH Mintardja. Ia berusaha menyelipkan pesan-pesan moral di dalamnya. Bahkan di dalamnya juga diperkenalkan beberapa kebudayaan Jawa yang mungkin saat ini mulai punah. Sebagai contoh adalah ungkapan rasa syukur menjelang panen padi di desa-desa. Upacara “wiwit” yang berarti “mulai” panen, berupa pesta kecil di tengah sawah, beberapa kali dengan jelas ditampilkan dalam beberapa ceritanya. Adat kebiasaan “mitoni” atau “sepasaran” dalam menyambut kelahiran bayi di masyarakat Jawa pun dengan pas digambarkannya. Banjir darah tidak selalu dijadikan penyelesaian akhir untuk menentukan bahwa yang benarlah yang menang. Ada penyelesaian akhir yang lebih pas. Bertobat, tanpa harus ada yang terbunuh. Bahkan ayah 8 anak, empat putra dan empat putri serta kakek 12 cucu ini, sejalan dengan usia dan perkembangan zaman, kematangan menulisnya pun semakin tercermin di dalam kisahnya. Disadur dari berbagai sumber ***
cerita silat jawa mataram